Pertanyaan ini cukup menggelitik para anggota delegasi EACEF dari UPH, yang terdiri dari penulis dan ibu, Dr. Manlian dan Dr. Wiryanto. Isu yang penulis dapatkan, Langkawi adalah Bali-nya Malaysia atau ingin dijadikan seperti halnya pulau Bali yang terkenal di dunia.
Pesawat A320 yang membawa delegasi UPH mendarat mulus di Langkawi International Airport pada tanggal 3 Agustus 2009. Airport ini di desain untuk mampu didarati pesawat berbadan lebar, seperti Boeing 777-300. Di depan terminal terpampang Billboard besar ”Langkawi pulau bebas pajak”.
Perjalanan dari airport ke hotel tempat konferensi yaitu hotel AWANA Porto, mengesankan pulau ini masih sepi, berbeda dengan Bali yang sudah hiruk pikuk.
Peserta konperensi diakomodasi di Hotel Awana yang terletak langsung di tepi pantai. Seperti halnya di Bali, hotel-hotel di kawasan ini ketinggiannya dibatasi hanya sampai 3-4 lantai. Dari kamar hotel dapat dilihat pemandangan laut yang romantis dengan pulau pulau kecil disekitarnya.
Foto 1. Back yard of Hotel Awana direct to the sea
Foto 2. Sea view of Hotel room.
Hari terakhir konferensi diisi dengan technical tour Langkawi Island. Dari pemandu wisata diperoleh informasi bahwa besarnya Langkawi adalah kurang lebih 2 kali Singapore, dengan penduduk hanya 80.000. Dalam perjalanan diceritakan suatu legenda dengan nama MASHURI, seorang wanita nan cantik yang hatinya sangat suci. Dikisahkan, Mashuri telah difitnah oleh orang-orang sekelilingnya bahwa dia telah selingkuh dengan seorang pedagang keliling berasal dari Indonesia. Singkat cerita, karena dianggap telah berjinah Mashuri dihukum mati. Sebelum dihukum mati, Mashuri bersumpah bahwa dia tidak pernah berselingkuh, bila hal itu benar maka darahnya yang keluar akan berwarna putih. Diapun mengutuk semua penduduk Langkawi yang telah menzoliminnya, bahwa bila dia benar suci maka selama 7 turunan masyarakat Langkawi tidak akan sejahtera. Apa yang dikatakan Mashuri benar adanya, darah yang keluar berwarna putih, dan sejak itu tidak ada masyarakat Langkawi yang hidupnya sejahtera, pulau Langkawi adalah pulau terbelakang dan tidak tersentuh pembangunan. Baru sejak 1987, setelah dihitung masa kutukan Mashuri berakhir, pemerintah Malaysia melakukan investasi besar-besaran di Langkawi dan akan menjadikannya Bali-nya Malaysia.
Kunjungan pertama adalah ke Oriental Village, ataupun dikenal dengan Cable Car, yang bentang kabelnya terpanjang di dunia, yaitu dengan bentang bebas kabelnya mencapai 900 m, dengan ketinggian di puncak 710 m di atas muka laut. Bagi yang punya gamang ketinggian disarankan untuk tidak menaiki cable car ini.Apalagi bila ada angin pegunungan yang cukup kencang, mengguncangkan kereta. Tapi, rasa takut yang ada akan hilang oleh pemandangan alam yang luar biasa, selama perjalanan menuju puncak. Mendekati puncak terlihat juga suspension bridge untuk pejalan kaki. Sistem jembatan ini merupakan sistem yang modern, dimana pylon penggantung kabel hanya satu buah , memikul badan jembatan yang berbentuk lengkung dalam bidang horisontalnya.
Foto 3. Asyik deh Bu sambil goyang goyang
Foto 4. Sea view from cable car
Foto 5. Suspension bridge on the top of the hill
Kunjungan kedua adalah ke Mangrove forest, menyusuri sungai Kilim dengan perahu . Menurut penulis ini adalah keberhasilan Malaysia, untuk dapat menjual kekayaan alamnya, tanpa harus merusak kelestarian alam. Selama 2 jam pelayaran, menuju laut bebas kita dapat menyaksikan kekayaan alam, hutan mangrove, tebing-tebing dalam panorama yang indah. Akhir perjalanan ditutup dengan berjalan kaki memasuki hutan mangrove, menuju gua kelelawar sambil ditemani monyet-monyet hutan. Mereka tampak alim-alim berbeda dengan monyet-monyet di Bali yang sudah kurang ajar.
Foto 8. On the boat on KILIM river
Foto 9. River and Mangrove forest
Tidaklah lengkap kalau di Langkawi kita tidak menikmati keindahan pantainya, dengan pantai landai dan berpasir halus, ombak bergemuruh seperti Pantai CENANG. Tentu saja jangan lupa untuk mengabadikan diri pada saat matahari terbenam.
Foto 11. Berfoto sejenak di hutan Mangrove
[…] 2nd EACEF di Langkawi Island, mengapa? August 24, 2009 by harianto […]